Mutiara itu adalah…….
(Sebuah kisah yang dibawa dari Bumi Pertiwi menuju Bumi Nabi)

Semua orang pasti memiliki cita-cita dan harapan dalam hidupnya.
Harapan untuk sukses dalam hidupnya, harapan untuk membahagiakan orang
tuanya, harapan untuk masa depannya dan sebagainya.
Begitupun dengan diriku. Memiliki cita-cita yang mungkin terlalu besar
untuk pemimpinya. Tapi apakah kita tidak boleh bercita-cita layaknya
orang besar di sekitar kita? Apakah kita tidak boleh bermimpi layaknya
kita sedang tertidur nyenyak? Bebas semau mimpi kita, tanpa kita
berharap datangnya mimpi tersebut, yaa seperti itu lah mimpi. Bukankah
begitu bagi anda sebuah mimpi dan cita-cita?
Saya berbagi kisah ini untuk saudara-saudaraku tercinta, untuk para
pemimpi yang tak takut bangun dari tidurnya untuk mem pause mimpinya
dan kemudian bangun lalu mewujudkannya, untuk mereka yang tidak takut
jatuh membangun istana di kecuraman kejamnya dunia, dan untuk mereka
yang percaya bahwa Allah Swt benar-benar merengkuh setiap harapan
bermilyar-milyar hambaNya. Dari sinilah cerita dimulai.
Namaku Siti Qomariyah, aku terlahir di Desa tercinta anggun nan asri,
Tegalarum. Desa yang selalu kurindukan dikala aku berada jauh darinya.
Lahir di antara orang-orang tercinta yang tak henti menghujaniku kasih
sayang. memiliki ayah dan ibu yang berpenghasilan biasa layaknya
penduduk di Desa, tapi jangan salah, mereka adalah orang-orang besar
yang telah membesarkanku dengan sejuta cinta dan cita-cita.
Mesir? Universitas Al-Azhar? Siapa sih yang ga kenal dengan nama ini.
Nama yang mulai masyhur di telinga masyarakat semenjak meledaknya film
layar lebar Ayat Ayat Cinta dan KCB Ketika Cinta Bertasbih. Siapa yang
ga kenal dengan tokoh Fahri dan Aisyah? Film yang lagi
hangat-hangatnya ketika aku masih kelas 3 Tsanawiyah. Siapa yang
sangka kini aku berada di Bumi Kinanah ini tempat Fahri dan Aisyah
bertemu. sebenarnya aku berkeinginan untuk belajar di mesir ini bukan
karena film ini. Lebih karena dulu usthadzah di pondok sering
bercerita tentang kawan-kawannya yang melanjutkan studi ke Universitas
Al-Azhar Mesir, dan seperti itulah mimpi itu datang dan dimulai.
Mimpi itu datang ketika aku tengah duduk di kelas 1 Aliyah. Semenjak
itu aku senang sekali bercerita tentang Mesir. Layaknya para pemimpi,
aku terlalu menikmati mimpi ini hingga aku lupa siapa diriku? Aku
hanyalah anak petani yang bekerja serabutan. Aku bukan Neng, aku bukan
anak pak kyai, aku juga bukan anak orang kaya. Sekali lagi aku
bukanlah siapa-siapa. Aku seperti kalian layaknya anak desa yang
sekolah di Pondok Pesantren Al-Abror, Pesantren yang teramat baru di
desa ini. Pesantren yang tak banyak dikenal khalayak. Namun dari
sinilah kisah ku dimulai.
Yang aku tahu untuk bisa sekolah di Universitas Al-Azhar haruslah
hafal Al-Quran dan mendapatkan beasiswa disana, karena polosnya diriku
saat itu, aku tak pernah berfikir bagaimana orang tuaku mampu
membiayaiku sekolah di Luar Negeri. Aku hanya berfikir bagaimana
caranya bisa sekolah disana dengan mengandalkan beasiswa. Maka
mulailah diriku menghafal Al-Qur'an, meski dengan niatan agar bisa
lulus test Depag untuk bisa kuliah di Universitas Al-Azhar. Satu tahun
aku bisa menghafal 2 juz sembari memperdalam bahasa Arab ku dengan
modal Nahwu Shorof yang masih dasar. Dalam hati kecilku, sebenarnya
minder. Bagaimana ga minder? Pesantrenku masih kecil, aku pun adalah
lulusan yang ke 2, dan aku belum memiliki bekal ilmu yang cukup, belum
pernah belajar kitab apapun seperti yang digunakan pesantren yang
sudah besar. Harapanku mulai timbul tenggelam. Hingga tibalah aku
lulus dari pesantren pada tahun 2012. Kami belum diizinkan untuk
kuliah karena harus mengabdi setahun. Akhirnya aku bertekad tahun 2013
harus bisa lulus test kuliah di Al-Azhar. Semakin kuat dan kuat tekad
ini. Di sela-sela pengabdianku di Al-Abror aku mulai belajar dan
menambah wawasan pengetahuanku seputar test Al-Azhar. Tak lelah
berdo'a pada Pemilik Alam, berdo'a dan terus berusaha.
Dengan berbekal ridho orang tua, saudara dan teman-teman semua aku
mendaftar test pada bulan Juni. Setelah beberapa hari mengurus
pendaftaran aku mempersiapkan diri untuk test lisan dan test tulis.
Namun apakah setiap mimpi berjalan lurus begitu saja? Apakah tiada
batu kerikil yang sengaja dilempar ke kakiku? Tidak…ada sebagian orang
yang mengatakan aku tidak tahu diri. "Punya cita-cita itu mbok ya yang
sesuai dengan kemampuan orang tua", "Orang tua nya petani saja kok
punya cita-cita sekolah di luar negeri" dan sebagainya…..namun ibu tak
pernah lelah memberi motivasi untuk terus maju melangkah. Beliau
meyakinkanku bisa membiayai cita-citaku. Meski saat itu aku tahu, aku
pun juga sadar kalau aku akan sangat membebani beliau. Namun namanya
orang tua, tak ingin melihat harapan anaknya hancur, malaikat yang tak
pernah dikisahkan namun selalu ada dalam cerita anak manusia itulah
orang tua. aku mulai resah, gelisah, takut antara melanjutkan
perjalanan meraih mimpiku atau berhenti. Namun yang namanya Siti,
memiliki watak yang keras, kemauan yang keras. Akhirnya aku teguh
meneruskan mimpi ini. Hingga tibalah kabar itu, petir yang menyambar
dikala pelangi ingin muncul, kabar yang menghancurkan hatiku. Siapa
sangka tahun 2013 Pemerintah membatalkan seleksi mahasiswa ke Mesir
dikarenakan keamanan disana yang masih labil. Aku menangis
sejadi-jadinya, rapuh, putus asa. Mimpi yang selama ini kubangun, ah
bagaikan layang-layang yang putus dari benangnya. Aku tak punya
bayangan apapun yang ada hanya rasa kecewa luar biasa.
Ibu dan bapak yang tak tega melihat anaknya hancur dan jatuh. Hingga
membuat mereka ikut meneteskan air mata. Aku merasa tidak adil dengan
usaha yang kulakukan. Kenapa harus terjadi padaku? Kenapa harus aku?
Aku merasa sudah belajar sungguh-sungguh, sudah menghafal kalam Ilahi,
sudah sempurna, tapi……. Hancur semua.
Pada saat itu, aku tidak berkeinginan melanjutkan kuliah dimanapun,
aku belum bisa move on dari Universitas Al-Azhar. Sedang pendaftaran
di Universitas-universitas dalam negeri sudah ditutup. Teman-temanku
yang melanjutkan kuliah di tahun itu, sudah mulai mendaftar dan
rata-rata sudah di terima di universitas pilihan mereka, sedang aku
masih lurus melihat mimpiku, Mesir.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai menata diri. Orang tua terus dan
terus membangkitkanku, guru-guru begitu juga kawan-kawanku mulai
membangun kepercayaan diriku kembali. Ibu selalu mengatakan kepadaku
"Nak, kalau Mesir adalah jodoh kamu, kamu pasti bisa kesana, entah
kapan, sabar nak". Kalimat ini seolah memberiku kekuatan untuk
berjalan ke depan. Akhirnya aku menunda kuliah di tahun ini. Aku
mengabdi kembali di pesantren, aku mulai instropeksi diri, mulai
mencari kesalahanku kemarin. Aku mulai meluruskan niat untuk belajar
hanya karena Allah, apalagi menghafal Al-Qur'an, kalam indah nan suci
itu dihafal hanya untuk niat yang suci, niat mengharap ridho Allah
saja, tidak untuk yang lain. Menambah wawasan dengan menulis dan
membaca segala bentuk pengetahuan. Aku sudah mulai mengikhlaskan
Mesir. Aku selalu ingat kata Guruku di Pesantren " Apa yang kita
ikhlaskan, maka Allah akan beri kita yang berlipat indahnya dari yang
kita ikhlaskan itu".
Di akhir tahun 2014, mulailah aku berfikir untuk melanjutkan kuliah.
Entahlah, saat aku mulai melupakan Universitas impian itu, Mesir
terasa lebih dekat. Akhirnya aku mencoba kembali mengikuti test di
tahun 2014, karena memang aku belum pernah mencoba. Setidaknya aku
sudah mencoba, gagal ataupun lulus aku terima dengan hati yang lebih
tulus, karena kalimat ibu tak pernah salah. Aku percaya itu.
Bila tahun kemarin semua tahu kalau aku akan melanjutkan ke
Universitas Al-Azhar, kali ini aku menutupinya. Menyembunyikan dari
orang-orang di sekitarku. aku ingin hanya orang tua saja yang tahu.
Belajar dari kegagalan tahun kemarin, agar bila aku jatuh kembali, aku
tak merasakan sakitnya kecewa. Proses pendaftaran hingga Test berjalan
lancar, tinggal menunggu pengumuman. Dan akhirnya….
Alhamdulillah wa syukurillah, aku lulus. Mimpiku terwujud, pelangiku
kembali melengkung, layang-layangku kembali terbang di langit. Aku
menangis haru, sujud tiada berhenti. Begitu juga dengan ibu bapakku.
Mereka tak henti-hentinya menangis bahagia. Terima kasih bu untuk
kalimatnya. Aku benar-benar jodoh dengan Mesir.
Karena do'a ibu bapak, guru-guru, sahabat-sahabat, saudara, tetangga
semuanya kini aku tengah kuliah di Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir
Fakultas Bahasa Arab tingkat 2. Terima kasih malaikat-malaikat yang
tak berkisah, kisah kalian ada di bagian cerita hidupku.
"Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu[99], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar
(Al-Baqarah : 153)"
Semoga kisah ini bermanfaat dan menginspirasi. Jangan pernah lelah
belajar dan belajar, berdoa dan berdoa. Allah punya cara sendiri
mengabulkan permohonan hambaNya. Bila di titik ini Dia menjatuhkan
kita, percayalah di titik berikutnya Dia menaikkan kita, begitu
seterusnya.
Eits…. Satu lagi, sudah biasa orang yang sukses dari tempat yang
memang mendukungnya sukses namun yang luar biasa adalah orang sukses
dari tempat yang kecil,. Sudah biasa orang kaya sukses tapi yang
sukses itu tukang bubur pasti lain ceritanya. Semangat untuk
adek-adekku yang kini tengah merajut cita-citanya.
Jangan bosan menjadi hambaNya yang tulus, meluruskan niat setiap
langkah, karena cintaNya Maha Dahsyat dari harapan kita. Semoga kita
selalu menjadi hambaNya yang tulus dan tulus karena hujan tak pernah
memilih turun di tanah negeri tertentu. Terima kasih…..

Sumber: http://tegalarum.magetan-desa.info

Penulis :
Siti Qomariyah
(Mahasiswi Universitas Al-Azhar Cairo Mesir)

Post a Comment