Betapa tak'akan sedih aku, bagi malam, tanpa hariNya Serta keindahan
wajah hari terang-Nya?
Rasa pahit-Nya terasa manis bagi jiwaku: semoga hatiku menjadi korban
Kekasih yang membuat pilu hatiku!
Aku sedih dan tersiksa karena cinta demi kebahagian Rajaku yang tiada
bandingNya.
Titik air mata bagi Dia adalah mutiara, meski orang menyangka sekedar air mata.
Kukeluhkan jiwa dari jiwaku, namun sebenarnya aku tidak mengeluh: aku
cuma berkisah.
Hatiku bilang tersiksa oleh-Nya, dan kutertawakan seluruh dalihNya.
Perlakukanlah aku dengan benar, O Yang Maha Benar, O Engkaulah Mimbar
Agung, dan akulah mimbar pintu-Mu!
Dimanakah sang Kekasih, dimanakah "kia"dan"aku", O Engkaulah hakekat
ruh lelaki dan wanita.
Ketika lelaki dan wanita menjadi satu, Engkau-lah yang satu itu.
Engkau ciptakan "kita"dan"aku" supaya memainkan puji-pujian bersama diri-Mu
Hingga seluruh "aku"dan"engkau" bisa menjadi satu jiwa serta akhirnya
lebur dalam sang Kekasih

Puisi: Jalaludin Rumi. MasI, 1776

Post a Comment